27 Feb 2010

Namaku Bilal!

Diposting oleh Zana di Sabtu, Februari 27, 2010 0 komentar

Bismillaahirrahmaanirrahiim...



Perkenalkan!
Namaku Bilal. Ayahku bernama Rabah, seorang budak dari Abesinia, oleh karena itu nama panjangku Bilal Bin Rabah. Aku tidak tahu mengapakah Ayah dan Ibuku sampai di sini, Makkah. Sebuah tempat yang hanya memiliki benderang matahari, hamparan sahara dan sedikit pepohonan. Aku seorang budak yang menjadi milik tuannya. Umayyah, biasa tuan saya itu dipanggil. Seorang bangsawan Quraisy, yang hanya peduli pada harta dan kefanaan. Setiap jeda, aku harus bersiap kapan saja dilontarkan perintah. Jika tidak, ada cambuk yang menanti akan mendera bagian tubuh manapun yang disukainya.

Setiap waktu adalah sama, semua hari juga serupa tak ada bedanya, yakni melayani majikan dengan sempurna. Hingga suatu hari aku mendengar seseorang menyebutkan nama Muhammad. Tadinya aku tak peduli, namun kabar yang ku dengar membuatku selalu memasang telinga baik-baik. Muhammad, mengajarkan agama baru yaitu menyembah Tuhan yang maha tunggal. Tidak ada tuhan yang lain. Aku tertarik dan akhirnya, aku bersyahadat diam-diam.

Namun, pada suatu hari majikanku mengetahuinya. Aku sudah tahu kelanjutannya. Mereka memancangku di atas pasir sahara yang membara. Matahari begitu terik, seakan belum cukup, sebuah batu besar menindih dada ini. Mereka mengira aku akan segera menyerah. Haus seketika berkunjung, ingin sekali minum. Aku memintanya pada salah seorang dari mereka, dan mereka membalasnya dengan lecutan cemeti berkali-kali. Setiap mereka memintaku mengingkari Muhammad, aku hanya berucap "Ahad... ahad". Batu diatas dada mengurangi kemampuanku berbicara sempurna. Hingga suatu saat, seseorang menolongku, Abu Bakar menebusku dengan uang sebesar yang Umayyah minta. Aku pingsan, tak lagi tahu apa yang terjadi.

Segera setelah sadar, aku dipapah Abu Bakar menuju sebuah tempat tinggal Nabi Muhammad. Kakiku sakit tak terperi, badanku hampir tak bisa tegak. Ingin sekali rubuh, namun Abu Bakar terus membimbingku dengan sayang. Tentu saja aku tak ingin mengecewakannya. Aku harus terus melangkah menjumpai seseorang yang kemudian ku cinta sampai nafas terakhir terhembus dari raga. Aku tiba di depan rumahnya. Ada dua sosok disana. Yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib sepupunya yang masih sangat muda dan yang di sampingnya adalah dia, Muhammad.

Muhammad, aku memandangnya lekat, tak ingin mata ini berpaling. Ku terpesona, jatuh cinta, dan merasakan nafas yang tertahan dipangkal tenggorokan. Wajahnya melebihi rembulan yang menggantung di angkasa pada malam-malam yang sering ku pandangi saat istirahat menjelang. Matanya jelita menatapku hangat. Badannya tidak terlalu tinggi tidak juga terlau pendek. Dia adalah seorang yang jika menoleh maka seluruh badannya juga. Dia menyenyumiku, dan aku semakin mematung, rasakan sebuah aliran sejuk sambangi semua pori-pori yang baru saja dijilati cemeti.

Dia bangkit, dan menyongsongku dengan kegembiraan yang nampak sempurna. Bahkan hampir tidak ku percaya, ada genangan air mata di pelupuk pandangannya. Ali, saat itu bertanya "Apakah orang ini menjahati engkau, hingga engkau menangis". "Tidak, orang ini bukan penjahat, dia adalah seorang yang telah membuat langit bersuka cita", demikian Muhammad menjawab. Dengan kedua tangannya, aku direngkuhnya, di peluk dan di dekapnya, lama. Aku tidak tahu harus berbuat apa, yang pasti saat itu aku merasa terbang melayang ringan menjauhi bumi. Belum pernah aku diperlakukan demikian istimewa.

Selanjutnya aku dijamu begitu ramah oleh semua penghuni rumah. Ku duduk di sebelah Muhammad, dan karena demikian dekat, ku mampu menghirup wewangi yang harumnya melebihi aroma kesturi dari tegap raganya. Dan ketika tangan Nabi menyentuh tangan ini begitu mesra, aku merasakan semua derita yang mendera sebelum ini seketika terkubur di kedalaman sahara. Sejak saat itu, aku menjadi sahabat Muhammad.

Kau tidak akan pernah tahu, betapa aku sangat beruntung menjadi salah seorang sahabatnya. Itu ku syukuri setiap detik yang menari tak henti. Aku Bilal, yang kini telah merdeka, tak perlu lagi harus berdiri sedangkan tuannya duduk, karena aku sudah berada di sebuah keakraban yang mempesona. Aku, Bilal budak hitam yang terbebas, mereguk setiap waktu dengan limpahan kasih sayang Al-Musthafa. Tak akan ada yang ku inginkan selain hal ini.

Oh iya, aku ingin mengisahkan sebuah pengalaman yang paling membuatku berharga dan mulia. Inginkah kalian mendengarnya?

Di Yathrib, mesjid, tempat kami, umat Rasulullah beribadah telah berdiri. Bangunan ini dibangun dengan bahan-bahan sederhana. Sepanjang hari, kami semua bekerja keras membangunnya dengan cinta, hingga kami tidak pernah merasakan lelah. Nabi memuji hasil kerja kami, senyumannya selalu mengembang menjumpai kami. Ia begitu bahagia, hingga selalu menepuk setiap pundak kami sebagai tanda bahwa ia begitu berterima kasih. Tentu saja kami melambung.

Kami semua berkumpul, meski mesjid telah selesai dibangun, namun terasa masih ada yang kurang. Ali mengatakan bahwa mesjid membutuhkan penyeru agar semua muslim dapat mengetahui waktu shalat telah menjelang. Dalam beberapa saat kami terdiam dan berpandangan. Kemudian beberapa sahabat membicarakan cara terbaik untuk memanggil orang-orang.

"Kita dapat menarik bendera" seseorang memberikan pilihan.
"Bendera tidak menghasilkan suara, tidak bisa memanggil mereka"
"Bagaimana jika sebuah genta?"
"Bukankah itu kebiasaan orang Nasrani"
"Jika terompet tanduk?"
"Itu yang digunakan orang Yahudi, bukan?"

Semua yang hadir di sana kembali terdiam, tak ada yang merasa puas dengan pilihan-pilihan yang dibicarakan. Ku lihat Nabi termenung, tak pernah ku saksikan beliau begitu muram. Biasanya wajah itu seperti matahari di setiap waktu, bersinar terang. Sampai suatu ketika, adalah Abdullah Bin Zaid dari kaum Anshar, mendekati Nabi dengan malu-malu. Aku bergeser memberikan tempat kepadanya, karena ku tahu ia ingin menyampaikan sesuatu kepada Nabi secara langsung.

"Wahai, utusan Allah" suaranya perlahan terdengar. Mesjid hening, semua mata beralih pada satu titik. Kami memberikan kepadanya kesempatan untuk berbicara.

"Aku bermimpi, dalam mimpi itu ku dengar suara manusia memanggil kami untuk berdoa..." lanjutnya pasti. Dan saat itu, mendung di wajah Rasulullah perlahan memudar berganti wajah manis berseri-seri. "Mimpimu berasal dari Allah, kita seru manusia untuk mendirikan shalat dengan suara manusia juga….". Begitu nabi bertutur.

Kami semua sepakat, tapi kemudian kami bertanya-tanya, suara manusia seperti apa, lelakikah?, anak-anak?, suara lembut?, keras? atau melengking? Aku juga sibuk memikirkannya. Sampai kurasakan sesuatu diatas bahuku, ada tangan Al-Musthafa di sana. "Suara mu Bilal" ucap Nabi pasti. Nafasku seperti terhenti.

Kau tidak akan pernah tahu, saat itu aku langsung ingin beranjak menghindarinya, apalagi semua wajah-wajah teduh di dalam mesjid memandangku sepenuh cinta. "Subhanallah, saudaraku, betapa bangganya kau mempunyai sesuatu untuk kau persembahkan kepada Islam" ku dengar suara Zaid dari belakang. Aku semakin tertunduk dan merasakan sesuatu bergemuruh di dalam dada. "Suaramu paling bagus duhai hamba Allah, gunakanlah" perintah nabi kembali terdengar. Pujian itu terdengar tulus. Dan dengan memberanikan diri, ku angkat wajah ini menatap Nabi. Allah, ada senyuman rembulannya untukku. Aku mengangguk.

Akhirnya, kami semua keluar dari mesjid. Nabi berjalan paling depan, dan bagai anak kecil aku mengikutinya. "Naiklah ke sana, dan panggillah mereka di ketinggian itu" Nabi mengarahkan telunjuknya ke sebuah atap rumah kepunyaan wanita dari Banu'n Najjar, dekat mesjid. Dengan semangat, ku naiki atap itu, namun sayang kepalaku kosong, aku tidak tahu panggilan seperti apa yang harus ku kumandangkan. Aku terdiam lama.

Di bawah, ku lihat wajah-wajah menengadah. Wajah-wajah yang memberiku semangat, menelusupkan banyak harapan. Mereka memandangku, mengharapkan sesuatu keluar dari bibir ini. Berada diketinggian sering memusingkan kepala, dan ku lihat wajah-wajah itu tak mengharapkan ku jatuh. Lalu ku cari sosok Nabi, ada Abu Bakar dan Umar di sampingnya. "Ya Rasul Allah, apa yang harus ku ucapkan?" Aku memohon petunjuknya. Dan kudengar suaranya yang bening membumbung sampai di telinga " Pujilah Allah, ikrarkan Utusan-Nya, Serulah manusia untuk shalat". Aku berpaling dan memikirkannya. Aku memohon kepada Allah untuk membimbing ucapanku.

Kemudian, ku pandangi langit megah tak berpenyangga. Lalu di kedalaman suaraku, aku berseru :

Allah Maha Besar. Allah Maha Besar
Aku bersaksi tiada Tuhan Selain Allah
Aku bersaksi bahwa Muhammad Utusan Allah
Marilah Shalat
Marilah Mencapai Kemenangan
Allah Maha Besar. Allah Maha Besar
Tiada Tuhan Selain Allah.

Ku sudahi lantunan. Aku memandang Nabi, dan kau akan melihat saat itu Purnama Madinah itu tengah memandangku bahagia. Ku turuni menara, dan aku disongsong begitu banyak manusia yang berebut memelukku. Dan ketika Nabi berada di hadapan ku, ia berkata "Kau Bilal, telah melengkapi Mesjidku".

Aku, Bilal, anak seorang budak, berkulit hitam, telah dipercaya menjadi muadzin pertama, oleh Dia, Muhammad, yang telah mengenyahkan begitu banyak penderitaan dari kehidupan yang ku tapaki. Engkau tidak akan pernah tahu, mengajak manusia untuk shalat adalah pekerjaan yang dihargai Nabi begitu tinggi. Aku bersyukur kepada Allah, telah mengaruniaku suara yang indah. Selanjutnya jika tiba waktu shalat, maka suaraku akan memenuhi udara-udara Madinah dan Makkah.

Hingga suatu saat,

Manusia yang paling ku cinta itu dijemput Allah dengan kematian terindahnya. Purnama Madinah tidak akan lagi hadir mengimami kami. Sang penerang telah kembali. Tahukah kau, betapa berat ini ku tanggung sendirian. Aku seperti terperosok ke sebuah sumur yang dalam. Aku menangis pedih, namun aku tahu sampai darah yang keluar dari mata ini, Nabi tak akan pernah kembali. Di pangkuan Aisyah, Nabi memanggil `ummatii… ummatiii' sebelum nafas terakhirnya perlahan hilang. Aku ingat subuh itu, terkakhir nabi memohon maaf kepada para sahabatnya, mengingatkan kami untuk senantiasa mencintai kalam Ilahi. Kekasih Allah itu juga mengharapkan kami untuk senantiasa mendirikan shalat. Jika ku kenang lagi, aku semakin ingin menangis. Aku merindukannya, sungguh, betapa menyakitkan ketika senggang yang kupunya pun aku tak dapat lagi mendatanginya.

Sejak kematian nabi, aku sudah tak mampu lagi berseru, kedukaan yang amat membuat ku lemah. Pada kalimat pertama lantunan adzan, aku masih mampu menahan diri, tetapi ketika sampai pada kalimat Muhammad, aku tak sanggup melafalkannya dengan sempurna. Adzanku hanya berisi isak tangis belaka. Aku tak sanggup melafalkan seluruh namanya, `Muhammad'. Jangan kau salahkan aku. Aku sudah berusaha, namun, adzanku bukan lagi seruan. Aku hanya menangis di ketinggian, mengenang manusia pilihan yang menyayangiku pertama kali. Dan akhirnya para sahabat memahami kesedihan ini. Mereka tak lagi memintaku untuk berseru.

Sekarang, ingin sekali ku memanggil kalian… memanggil kalian dengan cinta. Jika kalian ingin mendengarkan panggilanku, dengarkan aku, akan ada manusia-manusia pilihan lainnya yang mengumandangkan adzan. Saat itu, anggaplah aku yang memanggil kalian. Karena, sesungguhnya aku sungguh merindui kalian yang bersegera mendirikan shalat.

Alhamdulillah kisahku telah sampai, ku sampaikan salam untuk kalian.

(Dari : akhina AdhiebinAhmad)
Dikutip dari notes Oim Syaja'ah 08

Kata Sederhana

Diposting oleh Zana di Sabtu, Februari 27, 2010 0 komentar
Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Hanya ingin mengabadikan kata-kata yang membuatku semakin rindu sama mereka...

Jangan lupa, gw sayang elu

Bos kecilku makin dewasa ya..

Depok, 24 Februari 2010

11 Feb 2010

Kata Orang, Cinta Harus Diucapkan

Diposting oleh Zana di Kamis, Februari 11, 2010 18 komentar
Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Kata orang, cinta itu harus diucapkan. Tapi (awalnya) tidak kataku. Lagi-lagi mungkin karena egoku yang berlebihan sehingga rasanya susah banget mengucapkan rasa cinta ke orang lain.

Waktu awal masuk SMA, aku bisa dengan mudah menemui kata itu di mana saja. Dari Mba mentorku, dari kakak-kakak kelas yang ramahnya luar biasa, juga dari beberapa teman-temanku yang begitu cantik dengan jilbab yang menjulur hingga menutupi dada. Awalnya agak takjub juga. "Wah, kakak-kakak di sini romantis banget..." - pemikiran seorang anak yang polos :p

Dari lubuk hati yang terdalam sebenernya aku ngerasa tersanjung juga sih.. Ternyata banyak yang cinta sama aku. Hoho...

Mulai dari sms tausiyah, jarkom, bahkan sms-an biasa. Di ujung smsnya selalu ada kata, "Uhibbuki fillah, Ukhti..." atau "Luv u coz Allah, my Sist...".

Begitulah... Namun, smsnya selalu kubalas hanya dengan kata, "Sama-sama...". Gak pernah tuh yang namanya nulis sms ke mereka pke kata-kata cinta yang serupa.

Eh, begitu kubaca hadits yang ini,
"Jika seseorang mencintai saudaranya karena Allah, maka kabarkanlah bahwa ia mencintainya." (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Ternyata orang yang menyuruh kita untuk mengucapkan cinta itu bukanlah orang yang biasa. Ternyata yang menyuruh kita itu Rasulullah! Masa sih kita gak mau ngikutin sunnah Rasul...

Tapi, namanya juga Eka. Emang susah banget ngucapin kata yang satu ini. Ngomong "Eka sayang sama Ibu dan Bapak" secara langsung ke beliau berdua aja rasanya susaaaahhh banget.. Campur aduk antara malu dan bingung gimana ngomongnya.

Akhirnya aku memilih untuk menulis surat untuk beliau berdua saat milad Ibu Bapak 3 tahun lalu (miladnya barengan loh... ^^). Rasanya lega dan bahagia banget waktu rasa itu bisa tersampaikan...

Masih inget juga sms dari Ibu yang bilang terima kasih untuk kado dan suratnya. Ibu juga bilang klo Ibu ngirim sms itu sambil nangis... Wuah... Ibu!!! Pokoknya Eka sayang sama Ibu!! ^^

2 tahun lalu pun aku kembali mengungkapkan rasa cinta itu ke Ibu Bapak - lagi-lagi saat beliau berdua milad. Kali ini lewat sms. Seperti biasa, Ibu langsung membalas smsku, "Makasih ya Sayang...."

Walau Bapak tak membalas sms itu, aku yakin rasa itu tersampaikan. Aku pun bersyukur karena telah mengungkapkan rasa cinta itu ke Bapak (ternyata itu sms cinta terakhir yang bisa kukirim ke beliau).

Alhamdulillah... Klo misalnya aku mempertahankan egoku, mungkin aku tak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk mengucapkan kata cinta dan sayang ke Ibu Bapak. Siapa sih yang tau sampai kapan umur kita?

Wuah.... Islam itu ternyata indah ya... ^^

Buat kalian yang memang susah mengungkapkan rasa cinta secara langsung kayak aku, siasati aja. Rasa itu masih bisa disampaikan lewat surat, sms, chatting, telpon, atau teknologi yang lain (zaman udah canggih lho...).

Satu hal lagi.. Jangan pernah ditunda! Jangan sampai rasa sesal itu datang karena kita terlambat menyampaikannya... ^^

Eits, tapi untuk mengungkapkan rasa cinta ke lawan jenis itu beda soal ya... Klo yang itu mah hanya akan kuucapkan setelah akad selesai. Hehe... Ngapain juga capek-capek ngomong cinta atau sayang sama orang yang belum pasti. Pokoknya kata itu akan kusimpan dan kuucapkan secara eksklusif, hanya untuk Andromedaku nanti ^^

3 Feb 2010

34 Bakat Kita

Diposting oleh Zana di Rabu, Februari 03, 2010 6 komentar
Bismillaahirrahmaanirrahiim…

Ini adalah salah satu sesi di Leadership Camp yang judul materinya adalah Eksplorasi Kekuatan Diri. Sebenernya adalah materi yang ketiga. Tapi rasanya gak masalah klo aku tulis duluan di sini. Semoga bermanfaat… ^^

Kecerdasan, kepribadian, minat, dan bakat merupakan modal kita untuk dapat mencapai tujuan hidup kita. Nah, klo kita mau menghasilkan kinerja hebat, maka kita harus mengenali potensi kekuatan kita dan memanfaatkannya secara efektif. Bukan terpaku hanya pada apa yang selama ini kita biasa lakukan.

Menurut Gallup, ada 34 bakat yang ada dalam diri manusia (temen-temen bisa juga membuka website resmi dari lembaga yang kompeten di bidang ini dengan klik www.abahrama.com ).

1. Relator
Senang bersahabat dan banyak teman.

2. Empathy
Dapat merasakan perasaan orang lain seakan terjadi pada dirinya.

3. Harmony
Dapat bekerja sama secara baik dengan orang lain.

4. Includer
Kecenderungan untuk menerima semua orang dan selalu berusaha agar semua orang mempunyai rasa memiliki dalam kelompok.

5. Responsibilty
Secara psikologi merasa berhutang untuk memenuhi apa yang telah dijanjikannya, baik yang terucapkan maupun tidak.

6. Communication
Mudah mengungkapkan apa yang dipikirkan dengan kata-kata atau tulisan yang mudah dimengerti orang lain.

7. Individualization
Melihat keunikan dari masing-masing orang secara individual, bukan secara kelompok.

8. Command
Selalu berani mengambil alih tanggung jawab dan sering dianggap sebagai “suka mendesak/memaksa”.

9. Competition
Tidak mau mengalah dan suka membandingkan kemajuannya dengan orang lain agar menjadi nomor satu.

10. Developer
Senang memajukan orang lain, dan melihat orang lain maju.

11. Positivity
Memiliki antusiasme menular yang dapat membuat orang lain ikut gembira.

12. Maximizer
Perfeksionis dalam hal kinerja dan cenderung memilih yang sudah baik untuk dibuat menjadi lebih baik lagi.

13. WOO (Winning Others Over)
Senang menyapa orang lain yang belum dikenalnya.

14. Achiever
Selalu bekerja keras, menyukai lingkungan yang banyak pekerjaan, baginya tiada hari tanpa bekerja.

15. Activator
Mengutamakan tindakan walaupun informasinya belum cukup.

16. Adaptability
Melakukan tugas sesuai dengan apa yang diterimanya di saat itu, mudah menyesuaikan diri.

17. Belief
Memiliki tata nilai inti tertentu yang teguh, khususnya dalm melayani dan mendahuluiu orang lain.

18. Discipline
Secara spontan menciptakan organisasi, suka menata system dan prosedur.

19. Focus
Mengambil arah, mengikutinya, membuat koreksi seperlunya untuk tetap berada di jalur yang benar.

20. Restorative
Kemampuan untuk mengembalikan segala sesuatu ke fungsi aslinya.

21. Self Assurance
Memiliki panduan dari dalam dirinya untuk mengatur dirinya sendiri.

22. Significance
Memiliki kebutuhan untuk diperhatikan sebagai orang yang menonjol di mata orang lain.

23. Analytical
Mencari alasan dan sebab-sebab melalui data yang benar.

24. Arranger
Dapat mengorganisir akan tetapi juga memiliki kelenturan.

25. Connectedness
Memiliki keyakinan dalam menjelaskan gejala secara “batin”, mudah mengambil hikmah di setiap kejadian.

26. Consistency
Memiliki bakat dalam melihat “kesamaan” orang.

27. Context
Belajar melalui riset dan studi tentang masa lalu.

28. Deliberative
Berhati-hati, kadang skeptis, memiliki karakter “melihat sebelum melompat”.

29. Futuristic
Dapat memberikan inspirasi pada rekan lainnya dengan visinya mengenai masa depan.

30. Ideation
Banyak ide dan hebat sekali di dalam brainstorming.

31. Input
Hasrat untuk mengetahui lebih jauh dan ingin mengumpulkan segala macam hal.

32. Intellection
Suka meneliti, suka dengan olah pikir dan introspeksi.

33. Learner
Suka ditantang oleh kesempatan belajar.

34. Strategic
Dapat memilih jalan terbaik dari berbagai pilihan berdasarkan data dan intuisi.

Setelah mengisi 170 pertanyaan, akhirnya diperoleh urutan bakatku dari peringkat 1 sampai 34.
Peringkat sepuluh pertama itu menunjukkan potensi terkuat. Dan potensiku adalah… Jeng… Jeng.. Jeng… (lebay mode: On) :p

1. Connectedness
2. Empathy
3. Futuristic
4. Belief
5. Harmony
6. Command
7. Arranger
8. Maximizer
9. Achiever
10. Analytical

Peringkat sepuluh terakhir menunjukkan hal-hal yang harus kita siasati ke depannya karena hal itu sangat lemah dalam diri kita. Jadi malu sama hasilku. Tapi, ya itulah aku!



25. Self – Assurance
26. Positivity
27. Learner
28. Includer
29. Intellection
30. Communication
31. Developer
32. Discipline
33. Competition
34. WOO

Klo kata Ust. Muhsinin, “Kita adalah sosok yang harus kita terima apa adanya dan siapapun kita, kita harus mampu meraih mimpi kita!”

Yup, kita jangan berfokus pada bagaimana cara kita memperbaiki kekurangan diri karena itu akan membuang waktu kita dan belum tentu juga berhasil (karakter bukanlah hal yang mudah kita ubah). Namun, kekurangan itu dapat kita siasati. Dan, yang terpenting, maksimalkan potensi terkuat kita!

Jika kita mengenal bakat-bakat kita, maka hal itu akan sangat membantu dalam menentukan langkah-langkah dalam mencapai tujuan hidup kita, insya Allah… ^^


Manakah bakatmu? ^^

1 Feb 2010

Leadership Camp, 30-31 Januari 2010

Diposting oleh Zana di Senin, Februari 01, 2010 3 komentar
Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Alhamdulillah.. Allah ngasih kesempatan luar biasa untuk ikut di acara ini. Bertemu dengan orang-orang luar biasa, mendapat ilmu yang luar biasa, dan insya Allah bisa bermanfaat untuk jangka waktu yang sangaaaaaaaaaatt panjang.

Baru kali ini aku ikut pelatihan yang luar biasa (menduduki peringkat ke-2 setelah PLASMA. Hehe...). Menyimpan kesan yang berarti.

Di pelatihan ini kami diajarkan untuk membangun sebuah target besar (katanya lebih bagus target daripada disebut mimpi), mampu memahami diri beserta bakat-bakat yang kami miliki, membuat targetan besar dalam hidup kami, mendaftar hambatan-hambatan apa saja yang akan kami temui dalam pewujudan target ke depannya, hingga langkah-langkah terkecil untuk dapat mewujudkan target itu.

Klo dipikir-pikir, materinya memang gak menjurus ke olah bakat kepemimpinan. Tapi menurut Ust. Muhsinin -Master Trainer dalam pelatihan tersebut- seorang manusia itu terlebih dahulu harus mengenal dirinya, memahami hakikat dirinya sebagai makhluk Allah yang memang ditugaskan untuk memakmurkan bumi ini.

Acaranya memang sangat padat. 2 hari nonstop dengan materi-materi yang sangat berbobot. Tapi alhamdulillah, kantuk itu tidak menyerang. Kakak-kakak pembinanya paling jago membuat kami melotot dan bersemangat hingga malam hari. Takjub juga. Aku bisa kuat hingga jam 11 malam mendengarkan materi

Penginapannya juga mantep! Akhirnya aku bisa menginap juga di Hotel Bumi Wiyata. Tempat yang tak pernah kubayangkan aku akan menginap di sana (wong rumahku deket banget sama hotelnya. Ngapain juga nginep di sana klo gak ada keperluan. Hehe...).

Mm... Jadi pengen mendeskripsikan kakak-kakak pembina Leadership Camp yang semuanya berlogat Sunda abis...

1. Kak Asdo
Salah satu MC acara. Spesialis membawakan simulasi-simulasi pengantar materi. Sangat bisa membangkitkan semangat dengan teriakannya, "Leader??!!"




2. Kak Jay
Ini bukan Kak Jay anak Fasilkom 2007 lho... Kak Jay yang satu ini gokil dan narsis parah. Bisa dibilang, Kak Jay ini MC utama dari Leadership Camp ini. Waktu peserta keliatan ngantuk, Kak Jay langsung turun tangan. Dengan beribu cara yang sangat tidak terduga, dia sukses membuat mata kami langsung melotot karena kebanyakan ketawa :p Cukup kaget juga waktu dia bilang mau nyanyi, "Maaf ya.. Klo suara Kakak akan membuat kalian mimpi buruk..". Kami semua langsung tertawa mendengarnya. Tapi tawa itu sekejap hilang ketika dia mulai menyanyi nasyid "Keimanan" -bercerita tentang Rasulullah ketika mengalami penolakan dakwah dari kaumnya. Subhanallah.. Suaranya ternyata mantep euy! Nasyid yang ia bawakan sukses membawa beberapa kawanku ke alam muhasabah dan membuat mereka menangis sesegukan. Sampai aku pun mendengar suara ikhwan yang menangis. Subhanallah... Dia juga mengajari kami cara untuk melantunkan ayat Al-Qur'an dengan nada yang bagus. Yang sering bergaya seperti Romy Rafael, "Konsentrasi..."



3. Kak Haris
Kakak yang satu ini emang mirip bener sama Aa Gym. Klo kata dia sih, "Saya adik Aa Gym, lebih tepatnya adik ketemu gede". Kak Haris paling jago bikin game yang ngelatih otak kanan dan otak kiri sekaligus. Kalah deh... Gak bisa ngikutin gerakan-gerakan ajaib dia.. Dia juga yang paling seru ngasih semangat waktu kelompok outbondku harus mengulang hingga 6 kali di suatu pos. Dengan gerakan-gerakannya, ia mampu memberi inspirasi bagi kami. Mantep lah...



Masih ada 3 orang Kakak yang juga luar biasa: Kak Eka, Kak Enur, dan Kak Anggi. Tapi, karena interaksiku dengan ketiga orang ini gak banyak, jadi belum bisa mendefinisikan dengan tepat. Hehe...

Insya Allah nanti materi-materi yang aku dapat di Leadership Camp ini bakal aku posting. Tunggu saja... ^^

Leader??!!! YES, WE ARE!!!
 

searching for Andromeda Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review