Sebentar lagi karunia besar akan Allah datangkan lagi. Karunia yang dirindu bukan saja oleh manusia-manusia yang beriman, tetapi juga semua makhluk Allah yang ada di langit, di darat, dan di laut. Tentu karena keutamaan dan keistimewaannya yang luar biasa. Karunia itu adalah Ramadhan.
Sayangnya, setiap tahun Ramadhan datang menyapa kita, tapi kita selalu saja melakukan kesalahan. Ia, kesalahan menyia-nyiakan Ramadhan hingga ia berlalu, dan kita keluar darinya sebagai orang yang merugi, melenggang dengan tangan hampa. Padahal Ramadhan menghendaki kita keluar sebagai pemenang dan menjadi manusia yang bersih dari dosa-dosa, seperti bayi yang baru lahir dari rahim ibunya.
Kesalahan Pemikiran Bahwa Ramadhan Tidak Istimewa
Anggapan kita bahwa Ramadhan sama saja dengan bulan-bulan yang lain. Biasa-biasa saja. Tidak ada hal yang istimewa untuk dilakukan, adalah kesalahan pertama yang menyebabkan kita tidak memetik dan menuai keberkahan Ramadhan.
Bagaimana bisa kita tidak juga menahan diri dari berlebih untuk memakan makanan di kala berbuka puasa di bulan Ramadhan, padahal telah dipesankan, “Janganlah membanyakkan makan waktu berbuka puasa, sekalipun dari makanan yang halal, sehingga terlampau kenyang, karena tidak ada wadah yang paling dibenci Allah SWT daripada perut yang penuh dari makanan yang halal.”
Cobalah kita renungkan, bagaimanakah kita dapat menentang syaitan, musuh Allah dan musuh kita, dan melawan syahwat bila apa yang kita lakukan saat berbuka puasa adalah mengisi perut kosong dengan berbagai makanan, semata hanya karena dorongan “naluriah”, karena ia tidak diisi di waktu siang. Padahal kita pun tahu, berpuasa itu untuk menahan selera dan mengekang nafsu, agar diri kita menjadi kuat untuk taat dan bertakwa kepada Allah. Hakikat puasa dan rahasianya untuk melemahkan kemauan dan keinginan duniawi, lagi-lagi tidak dapat kita raih.
Kesalahan Karena Kita Gagal Menancapkan Kesabaran
Rasulullah Saw. menyebut Ramadhan sebagai bulan kesabaran. Beliau bersabda, “Puasa itu setengah sabar.” (HR. Tirmidzi)
Di bulan Ramadhan ini kesabaran kita memang benar-benar diuji. Kita diuji untuk meninggalkan makanan dan minuman yang telah kita dapatkan dengan usaha kita sendiri. Kita diuji untuk memanfaatkan lebih banyak waktu untuk beribadah.
Menghadapi ujian seperti itu tentu membutuhkan kesabaran yang berlipat ganda. Sebab, siapapun akan sulit bertahan menerima larangan untuk memperoleh haknya, kecuali orang yang dapat bersabar. Dan karena kesabaran itulah maka Allah SWT dalam sebuah hadits qudsi berfirman, “Puasa itu milik-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjarannya, karena orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwatnya, makan, dan minumnya karena mengharap (ridha)Ku.” (HR. Bukhari)
Masihkah rasa malu kita karena tidak berpuasa di hadapan manusia lebih besar dibandingkan rasa malu kita kepada Allah?
Kesalahan Tidak Mendekatnya Hati Kita dengan Ramadhan
Kadangkala kesalahan-kesalahan kita yang terus berulang itu bukan karena kita tidak menghormati Ramadhan. Bukan pula karena kita tidak mengenal keutamaan-keutamaannya. Sebab, kita pun ikut meramaikan shalat Tarawih, hadir di pengajian, dan ikut tadarusan. Akan tetapi kesalahan itu terulang karena hati kita tidak terlalu dekat dengan Ramadhan. Cintanya kepada Ramadhan begitu tipis, kerinduannya hanya sesaat.
Dampaknya, semangat kita hanya mampu bertahan di babak pertama, pada sepertiga awal. Selanjutnya kita pun turut berpartisipasi menjadikan masjid sepi, shaf-shaf shalat tarawih berkurang, karena sibuk dengan urusan lain; belanja pakaian baru, menyiapkan segala macam makanan dan segala kebutuhan hari lebaran. Hari yang merupakan simbol kemenangan orang-orang yang berpuasa, padahal kita adalah bagian dari orang-orang yang kalah.
Kesalahan Tidak Menghadirkan Makna-makna
Rasulullah Saw. bersabda, “Umatku diberi lima keutamaan di bulan Ramadhan yang tidak diberikan kepada satu umat pun sebelum mereka. Keutamaan-keutamaan itu adalah; aroma mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari daripada aroma kesturi; para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka; Allah Azza Wa Jalla setiap hari menghiasi surga-Nya lalu berfirman (kepada surga), “Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta merka menuju kepadamu.”; pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya; dan diberikan kepada umatku ampunan pada akhir malam.” Beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah malam itu Lailatul Qadar?” Beliau menjawab, “Tidak, tetapi orang yang beramal tentu diberi balasannya jika ia menyelesaikan amalnya.” (HR. Ahmad)
Capaian pahala dan ampunan dosa tergantung pada kemampuan kita menghadirkan makna-makna dan menjaga sesuatu yang harus kita jaga, seperti melaksanakan kewajiban dan meninggalkan segala yang haram. Jika itu tidak dapat kita lakukan, maka entah kapan kesalahan yang sama di bulan Ramadhan tidak terulang lagi.
Sabda Rasulullah Saw.,”Shalat lima waktu, Jumat sampai dengan Jumat berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan.” (HR. Muslim)
Dikutip dari Tarbawi edisi 118 Th.7 Ramadhan 1426 H/13 Oktober 2005 M dengan sedikit penyesuaian
7 Jun 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar